Contoh Hikayat

Posted on

Contoh Hikayat – Hikayat sendiri mungkin kurang familier atau asing di telingamu. Karena hikayat merupakan bentuk karya sastra lama yang umum sangat sepi peminatnya. Walaupun begitu, artinya bukan tidak bagus karya sastranya loh…. Kalau kamu penasaran bagaimana contoh kisah hikayat tersebut, bisa kamu simak beberapa cerita hikayat dibawah ini!!!

Sebelum masuk kepada contoh cerita hikayat maka kami paparkan terlebih dahulu tentang apa itu hikayat sebagai bahan refrensi untuk kalian.

Pengertian Hikayat

Hikayat adalah bagian dari karya sastra lama dalam bentuk prosa, dan isinya menceritakan kehidupan orang – orang terkenal ataupun bangsawan. Umumnya banyak menggunakan bahasa melayu dan isinya tentang cerita, kisah, dan juga dongeng.

Menurut pengartian bahasa hikayat tendiri dari kata “haka” yang diambil dari bahasa arab yang artinya menceritakan atau bercerita.

Struktur Hikayat

Berikut ini gambar dan penjelasan tentang struktur hikayat :

struktur hikayat
  • Abstraksi yaitu pembukaan awal dalam cerita atau ringkasan inti dari cerita tersebut
  • Orientasi yaitu keterangan yang menjelaskan suasana, tempat, dan waktu dari hikayat tersebut
  • Komplikasi yaitu urutan kejadian yang di hubungkan menjadi sebab akibat. Dari bagian ini kita bisa mengetahui watak dan karakter dari tokoh cerita
  • Evaluasi yaitu klimaks dari konflik dari cerita tersebut
  • Resolusi yaitu solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pelaku atau tokoh
  • Koda yaitu nilai atau hikmah yang dapat diambil dari cerita hikayat tersebut.

Contoh Hikayat Singkat Beserta Unsur Intrinksinya

Berikut ini kami akan memberikan cerita contoh hikayat beserta strukturnya lengkap agar anda bisa lebih memahami tentang apa itu hikayat. Silahkan disimak !!

[su_box title=”Perkara si Bungkuk dan si Panjang” box_color=”#0031e8″]

Hatta maka berapa lamanya Masyuhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyebrang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, “Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?”

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, “ Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, “Untunglah sekali ini!”

Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, “Tuan hamba seberangkan apalah hamba kedua ini.” Maka kata Bedawi itu, “Sebagaimana hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam.”

Maka kata orang tua itu kepada istrinya, ”Pergilah diri dahulu.” Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu, ”Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba seberangkan.” Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata oleh si Bungkuk air itu dalam.

Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, ”Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambil, hamba jadikan istri hamba.” Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.

Maka kata perempuan itu kepadanya,”Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu.” Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu. Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya.

Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, ”Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.” Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu airnya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutinya Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu. Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk.

Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Istri siapa perempuan ini?” Maka kata Bedawi itu, ”Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu, ”Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.” Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu.

Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu, ”Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?” Maka kata perempuan celaka itu, ”Si Panjang inilah suami hamba.” Maka pikirlah Masyhudulhakk, ”Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.

Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, ”Si Panjang itulah suami hamba.” Maka kata Masyhudulhakk, ”Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?” Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan.

Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkan perempuan itu istrimu?” Maka kata Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan gamba ini tentulah suaminya.” Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, ”Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?” Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu.

Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?” Maka kata orang tua itu, ”Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana templat duduknya. Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu.

Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu. Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

[/su_box]

Analisis Strukturnya :

  • Abstraksi

Terdapat pada Kutipan teks cerita :

Hatta maka berapa lamanya Masyuhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.

  • Orientasi

Terdapat pada Kutipan teks cerita :

Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyebrang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, “Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?” 

3)      Komplikasi

Terdapat pada Kutipan teks cerita :

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, “ Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, “Untunglah sekali ini!”

  • Evaluasi

  Terdapat pada Kutipan teks cerita :

Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Istri siapa perempuan ini?” Maka kata Bedawi itu, ”Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu, ”Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.” Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu, ”Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?” Maka kata perempuan celaka itu, ”Si Panjang inilah suami hamba.” Maka pikirlah Masyhudulhakk, ”Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu. 

  • Resolusi

Terdapat pada Kutipan teks cerita :

Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, ”Si Panjang itulah suami hamba.” Maka kata Masyhudulhakk, ”Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?” Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkan perempuan itu istrimu?” Maka kata Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan gamba ini tentulah suaminya.” Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, ”Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?” Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu.

  • Koda

Terdapat pada Kutipan teks cerita :

Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?” Maka kata orang tua itu, ”Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana templat duduknya. Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu. Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

Kumpulan Contoh Hikayat Singkat

Berikut ini download kumpulan contoh cerita hikayat yang singkat, menarik, unik, lucu, terkenal, sejarah, dan terbaru.

Contoh Hikayat

Hikayat Joko

[su_box title=”Contoh 1″ box_color=”#0031e8″]

Pada Zaman dahulu di Pulau Kalimantan, tinggalah seorang pedagang bernama Syah Alam. Beliau mempunyai seorang anak yang diberi nama Joko, ia tidak menggunakan uangnya dengan baik. Setiap saat ia menghamburkan uangnya hanya untuk berbelanja yang tidak begitu penting untuk kebutuhannya. Karena terlalu sayang pada anak satu-satunya itu, Syah Alam tidak tega untuk memarahinya sehingga beliau hanya bisa mengelus dada.

Hingga pada suatu hari Syah Alam jatuh sakit. Semakin hari sakit yang di derita oleh beliau semakin parah. Meskipun sudah banyak uang yang dikeluarkan untuk pengobatan Syah Alam, tetapi penyakitnya tidak juga sembuh, sehingga membuat keluarga beliau jatuh miskin.

Sebelum Syah Alam meninggalkan dunia, beliau berkata “Joko, Ayah sudah tidak bisa memberikan apa yang kau mau lagi, kamu harus bisa berusaha sendiri untuk mendapatkan uang nak. Jangan sia-siakan waktumu hanya untuk melakukan hal yang tidak penting. Bekerjalah dengan sangat giat, keluar dari rumah. Berusahalah kamu agar tidak terlihat oleh matahari, tapi terlihat oleh bulan.”

“Baik ayah, aku akan selalu ingat nasihatmu itu.”

Setelah beberapa bulan Syah Alam meninggal, Ibunda Joko juga jatuh sakit dan akhirnya pun sang Ibunda meninggal. Sejak saat itu menimpah Joko, ia bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya yaitu Syah Alam agar tidak terlihat oleh matahari, tapi terlihat oleh bulan. Oleh karena itu, kemana pun ia pergi selalu memakai payung.

Pada suatu hari, Joko bertemu dengan seorang menteri yang pandai bernama Nasarudin. Menteri itu sangat heran dengan Joko yang selalu memakai payung saat berpergian kemana pun. Sehingga mmbuat Nasarudin bertanya kenapa Joko mengapa ia berbuat seperti itu.

Joko menjelaskan alasannya berbuat seperti itu. Menteri itu kaget dan tertawa, Nasarudin akhirnya menjelaskan yang sebenarnya, “Joko bukan begitu maksud dari nasihat ayahmu dulu. Tetapi maksudnya, bekerjalah sebelum matahari terbit dan pulanglah sebelum malam tiba. Jadi, tidak ada salahnya jika kamu terkena matahari.”

Setelah menjelaskan nasihat itu, Nasarudin memberi pinjaman uang kepada Joko. Menteri itu menyuruh Joko berdagang seperti yang dilakukan ayahnya dulu.

Kemudian Joko menjual macam-macam makanan dan minuman. Ia berjualan pada saat siang dan malam hari. Pada siang hari, Joko menawarkan makanannya, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Dan jika Malam hari ia berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng. Setelah lama berjualan usaha Joko dengan pesat semakin maju. Sejak saat itu Joko menjadi pedagang kaya seperti ayahnya dulu kala.

[/su_box]

Hikayat Anak Hang Tiuh

[su_box title=”Contoh 2″ box_color=”#0031e8″]

Singkat cerita, hiduplah disuatu desa pasangan Hang Ahmad dan Dang Mumun. Mereka mempunyai anak laki-laki yang bernama Hang Tiuh. Keluarga kecil ini tinggal di sebuah desa bernama Sungai Duyung. Daerah itu, semua warga desa tahu yang memimpin wilayah tersebut terkenal sangat baik dan disegani oleh rakyatnya dia iyalah Raja Bintan.

Ahmad berkeluh kesah kepada istrinya agar mengadu nasib ke Raja, mungkin nasibnya akan lebih baik. Setelah ia berkata kepada istrinya, malamnya Hang Ahmad mendapat bunga tidur yaitu ada bulan turun dari langit dan bersinar di atas kepala Hang Tiuh. Lelaki tua tersebut kemudian bangun dan segera menemui anaknya dan ternyata ia mencium bahwa pemuda itu mengeluarkan bau yang wangi. Pagi harinya keluarga kecil tersebut mengadakan selamatan sebab kejadian semalam.

Keesokannya, Hang Tiuh membantu ayahnya membelah kayu sebagai persediaan untuk di rumahnya. Di waktu bersamaan, secara tiba-tiba datanglah para pemberontak akan membunuh semua warga desa. Dengan demikian banyak warga yang panik dan menyelamatkan diri, tetapi berbeda si pemuda itu masih tetap sibuk untuk membelah kayu. Dari kejauhan, ibu Hang Tiuh berteriak panik dan menyuruh Hang Tiuh untuk lari menyelamatkan diri. Namun, sudah terlambat karena para pemberontak sudah menjegat di depan pemuda tersebut.

Para pemberontak mencoba menusuk perut Hang Tiuh dengan keris tetapi pemuda itu berhasil menghindarinya. Dan ada kesempatan untuk Hang Tiuh menancapkan kapak yang ia genggam tepat di kepala pemberontak tesebut dan pada akhirnya pemberontak tersebut mati dihadapan Hang Tiuh.

Karena kejadian tersebut, semua warga menyebarkan beirta Hang Tiuh yang berhasil mengalahkan pemberontak sudah tersebar ke seluruh penjuru negeri. Pemuda itu pun diundang ke istana oleh sang raja. Sebagai bentuk dan rasa terima kasih pada Hang Tiuh, ia sering dipanggil untuk datang ke istana dan menjadi orang yang dipercayai oleh Raja Bintan.

Hal tersebut tentu saja membuat para Tumenggung dan pegawai-pegawai lainnya menjadi iri. Semua yang iri dengan Hang Tiuh bekerjasama untuk memfitnahnya. Tumenggung berkata pada raja bahwa Hang Tiuh melakukan pengkhianatan terhadap kerajaan dan sedang mendekati perempuan di istana bernama Dang Anjani.

Karena mendengar hal tersebut, Raja Bintan menjadi murka lalu menyuruh para pengawal untuk membunuh Hang Tiuh. Tetapi, Allah yang maha kuasa melindungi pemuda yang tidak bersalah tersebut. Sehingga membuat para pengawal tersebut tidak dapat membunuhnya. Dan karena tidak mau menimbulkan masalah lagi, akhirnya Hang Tiuh memilih untuk mengasingkan dirinya ke hutan.

[/su_box]

Hikayat Si Miskin

[su_box title=”Contoh 3″ box_color=”#0031e8″]

Melalui sumpah Batara Indera, seorang raja indera dan rekannya terlempar dari indera mereka ke dalam kesengsaraan hidupnya. Itu sebabnya ia dikenal sebagai orang miskin.

Pria malang dengan penampilan seperti anjing itu pergi mencari makanan di negara Abad Pertengahan di bawah pemerintahan Kaisar Sensasi Ilahi. Ke mana pun mereka pergi, mereka sering dikejar dan dianiaya oleh penduduk desa, dengan penganiayaan membengkak dan tubuh menjadi berdarah. Selama perjalanan, pria malang itu menangis dan sangat lapar dan haus. Pada malam hari di hutan ia menghabiskan hari itu untuk mencari makanan. Demikian seterusnya…

Ketika istrinya berusia tiga bulan, dia ingin makan mangga di kebun raja. Lelaki malang itu menyatakan keengganannya untuk menuruti keinginan istrinya, tetapi istrinya menangis. Lalu lelaki malang itu berkata, “Diam, jangan menangis. Biarkan aku mencari telurnya, jika kamu bisa, aku akan memberikannya padamu.”

Orang miskin pergi ke pasar dan kembali dengan ikan dan makanan lainnya. Setelah pria malang itu ditolak oleh istrinya dengan hati yang ketakutan dan putus asa, dia pergi ke raja untuk mengemis. Segera setelah dia menemukan pohon mangga, dia segera pulang ke rumah. Istrinya menyambutnya dengan tawa dan terus makan mangga.

Setelah kelahiran bulan itu, putra pertamanya Marakarmah (anak yang dalam kesukaran) lahir dan dirawat dengan penuh kasih.

Ketika dia menggali tanah untuk pulang, dia menemukan sebatang pohon penuh emas yang tidak akan pernah dihabiskan untuk pembelian cucu-cucunya. Demi takdir Allah, seluruh kerajaan diberkahi. Pria malang itu mengubah namanya menjadi Emperor Space Space dan nama istrinya adalah Putri Ratna Dewi. Negaranya disebut Puspa Sari. Segera setelah itu, anak keduanya, seorang wanita bernama Nila Kesuma, lahir.

Kaisar Angkasa begitu adil dan murah hati sehingga ia memperluas kerajaan Puspa Sari dan iri pada Kaisar Kaisar Ilahi di tanah Abad Pertengahan.

Ketika kaisar ruang angkasa mengetahui tentang keterlibatan putra-putranya, ia mencari peramal dari Timur Tengah.

Dengan keyakinan jahat raja Abad Pertengahan, oleh para astrolog dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma hanya akan membawa kesengsaraan bagi orang tua mereka.

Prediksi palsu para astrolog membuat kaisar sedih. Dengan hati yang berat dan hati yang berat, dia menyuruh putra-putranya pergi selamanya.

Tidak lama setelah kematian putra-putranya, kondisi Puspa Sari hancur.

Marakarmah dan Nila Kesuma tiba di tengah hutan dan melarikan diri di bawah pohon. Dia menangkap seekor burung untuk dimakan. Ketika mereka mencari api di desa karena diduga mencuri, Marakarmah dipukuli oleh banyak orang dan dibuang ke laut. Nila Kesuma bertemu dengan Raja Sensing Sari, putra mahkota Cahaya Perang, yang akhirnya menjadi istri Putra Mahkota dan dinamai Mayang Parrot.

Nasib Marakarmah di lautan terus ia kendarai dan akhirnya terdampar di pangkalan besar Light Chairani (putra raja Cina) yang ditawan, yang kemudian dikonsumsi. Ketika Chairani berjalan di sepanjang pantai, dia menemukan Marakarmah dalam tubuh yang kencang. Lepaskan tali dan bawa pulang. Marakarmah dan Light Chairani mencoba melarikan diri dari raksasa dengan menaiki kapal. Dia memimpin kapal ke Light Chairani dan mendorong Marakarmah ke laut, yang kemudian ditelan oleh ikan jahat yang mengikuti kapal menuju cahaya. Kemudian, biarawati itu terdampar di dekat rumah sang nenek, yang terus membelah perut biarawati itu dengan daun beras karena bimbingan burung Rajawali, sampai Marakarmah bisa keluar tanpa kesalahan.

Belakangan Marakarmah menjadi putri angkat nenek Kebayan, yang hidupnya mekar. Marakarmah selalu menolak untuk membuat bunga. Itulah sebabnya rangkaian bunga Marakarmah Chairani Cahaya terkenal, yang merupakan alasan pengembalian mereka.

Ketika kisah nenek sang putri tentang putra Raja Mangindera Sari menemukan seorang putri di bawah buaian menangkap seekor burung, Marakarmah tahu bahwa sang putri adalah adik perempuannya, dan ia pun menemukannya. Dia membunuh kapal jahat.

Selanjutnya, Marakarmah kembali mencari ayahnya yang jatuh miskin. Dengan kekuatannya ia membangun kembali kerajaan Puspa Sari dengan semua peralatannya seperti sebelumnya.

Negara Antah berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dimahkotai oleh raja raja yang malang (saudara dari Cahaya Chairani).

Akhirnya, Marakarmah pergi ke Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera yaitu negeri mertuanya dan menjadi Sultan Mangindera. Sari menjadi Raja di Palinggam Cahaya

sumber : peristiwa sastra melayu lama

[/su_box]

Cerita Hikayat Abu Nawas

[su_box title=”Contoh 3″ box_color=”#0031e8″]

“Botol Ajaib” Tidak ada yang berhenti, tidak ada Kapok-Kapoknya. Yang Mulia selalu mendesak Abu Nawas untuk terjebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang tidak masuk akal. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana. Ketika Yang Mulia tiba di istana, dia menyambutnya dengan senyum. “Akhir-akhir ini, perutku sering kesal.” Kata dokter pribadi saya, saya tertabrak angin. “Yang Mulia memulai pembicaraan.

“Maafkan tuanku apa yang bisa kulakukan sampai raja memanggilku,” Abu Nawas bertanya.

“Aku hanya ingin kamu menangkap angin yang menyerangku dan menguncinya.” Yang Mulia berkata.

Abu Nawas terdiam. Tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Dia tidak berpikir bagaimana cara menangkap angin, tetapi dia ingin membuktikan bahwa hasil tangkapannya sesuai dengan angin. Angin tidak terlihat, pikirnya. Tidak ada objek aneh dibandingkan dengan angin. Tidak sama dengan air, yang tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat bentuknya. Raja memberi Abu Nawas hanya tiga hari.

Abu Nawas kembali dan membawa pekerjaan rumah dari Yang Mulia. Dia tidak terlihat sedih, karena dia benar-benar percaya pada nasib. Abu yakin akan ada jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Dengan berpikir, ia percaya bahwa ia dapat memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkannya, terutama orang miskin. Tidak jarang Abu Nawas membawa uang emas dari hadiah Yang Mulia atas kecerdikannya.

Namun, sudah dua hari sejak Abu Nawas tidak datang dengan ide menangkap angin, apalagi memenjarakannya. Besok adalah hari terakhir dan dia hampir putus asa. Abu Nawas tidak bisa tidur karena dia memikirkannya. Mungkin itu takdir, karena kali ini Abu Nawas harus dihukum jika dia tidak menangkap angin. Dia berjalan lemas menuju istana. Di sela-sela penyerahannya, dia ingat Aladdin dan surat wasiat.

“Bukankah pikiran tidak terlihat?” Gumam Abu Nawas. Lalu dia berlari pulang dengan penuh semangat. Ketika dia tiba di rumah secepat mungkin, dia menyiapkan semua yang dia butuhkan dan menuju ke istana. Di gerbang istana, Abu Nawas diundang oleh seorang pengawal yang telah lama mengenalnya. Selain itu, Yang Mulia telah menunggunya sejak lama.

Raja dengan tergesa-gesa bertanya kepada Abu Nawas, “Sudahkah kamu menutup angin Abu Nawas?”

“Ini keagungan,” jawab Abu Nawas dengan keras. Dengan wajah berseri-seri mengeluarkan botol gabus. Abu Nawas menyerahkan botol itu kepada raja. Yang Mulia melihat dan mengamati botol itu dengan cermat.

“Di mana anginnya, hai Abu Nawas?” Tanya Yang Mulia.

“Di Tuhanku, Tuhanku.”

“Aku tidak melihat apa-apa,” Yang Mulia berkata lagi.

“Tuan, angin tidak terlihat, tetapi jika Yang Mulia ingin tahu angin, tutup botol bisa dibuka,” kata Abu Nawas.

Setelah membuka botol, raja mencium bau kentut yang sangat buruk.
“Bau apa itu, Abu Nawas?” Tanya Yang Mulia

“Maafkan aku, Tuanku, pelayan telah membuang angin dan memasukkan angin ke dalam botol sehingga dia tidak akan menyerang lagi, maka aku sudah mengurungnya dalam botol.” Abu Nawas menjawab dengan ketakutan.

Yang Mulia Raja tidak tega marah pada Abu Nawas. Itu karena alasan dan penjelasan Abu Nawas masih dianggap masuk akal. Abu Nawas tidak dihukum dan selamat

[/su_box]

Demikianlah pembahasan artikel kali ini, semoga bermanfaat dan menjadi ilmu pengetahuan baru bagi para pembaca.

Baca juga artikel lainnya :